Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi dalam
mendukung kehidupan manusia, tanpa pendidikan mustahil manusia dapat menjadi
manusia yang cerdas dan hidup berkembang sejalan dengan cita-citanya untuk maju,
sejahtera dan bahagia. Sejalan dengan hal tersebut, dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) disebutkan bahwa
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggungjawab nasional sebagaimana
tertuang dalam paragraf keempat yang merupakan salah satu cita- cita kemerdekaan
yaitu untuk meningkatkan sumber daya manusia sehingga mampu mencapai
kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia. Selain itu dalam Pasal 28C ayat (1)
disebutkan bahwa: “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Sebagaimana diketahui bersama Kota Salatiga sejak dulu banyak berdiri
pondok-pondok pesantren. Keberadaan pondok-pondok pensantren tersebut telah
banyak berkontribusi dalam perkembangan Pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat di Kota Salatiga.
Secara defenisi pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam
untuk belajar memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam
dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup sehari-sehari
dalam masyarakat. Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam mengalami
perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman serta adanya dampak
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, pondok pesantren tetap
merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh dan berkembang dari
masyarakat untuk masyarakat.
Menurut Hasbullah, ada 3 (tiga) bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran di pondok pesantren, yaitu:
1. Pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama
Islam yang pendidikan dan pengajarannya diberikan dengan cara nonklasikal,
dimana seorang kiai mengajar santri-santri berdasarkan kitab- kitab yang ditulis
oleh para ulama besar sejak abad pertengahan. Para santri pada pondok
pesantren bentuk ini biasanya tinggal di dalam pondok atau asrama yang telah
disediakan.
2. Pondok Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama
Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren, tetapi para santrinya
tidak disediakan asrama di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di
sekeliling pesantren (santri kalong), dimana cara dan metode pendidikan dan
pengajarannya diberikan dengan sistem weton, yaitu para santri datang
berduyun-duyun pada waktu tertentu.
3. Pondok pesantren yang merupakan lembaga gabungan antara system
pendidikan pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran
agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan ataupun wetonan dengan para
santri disediakan asrama ataupun merupakan santri kalong. Pondok pesantren
seperti ini biasa disebut dengan pondok modern, selain menyelenggarakan
pendidikan nonformal juga menyelenggarakan pendidikan formal berbentuk
madrasah dan sekolah umum dalam berbagai banyak tingkatan dan aneka
kejuruan menurut kebutuhan masyarakat.
Ketiga bentuk pondok pesantren ini memberikan gambaran bahwa pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan sekolah, luar sekolah dan masyarakat yang
tumbuh dari masyarakat, milik masyarakat dan untuk masyarakat. Kehadiran
pesantren di tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tetapi
sebagai lembaga penyiaran agama Islam. Sejak awal kehadiran pesantren ternyata
mampu mengadaptasi diri dengan masyarakat. Pesantren juga berhasil menjadikan
dirinya sebagai pusat gerakan pengembangan Islam.
Pesantren sebagai subkultur memiliki kekhasan yang telah mengakar serta
hidup dan berkembang di tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan,
fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Pesantren merupakan lembaga
yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi
masyarakat Islam dan/atau masyarakat yang menanamkankeimanan dan ketakwaan
kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala, menyemaikan akhlak mulia, serta memegang
teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin.
Pendidikan Pesantren pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum
Indonesia merdeka, pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren sudah lebih
dahulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, nilai agama disadari
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan Pesantren juga
berkembang karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilaimenghadapi
berbagai keterbatasan. Secara historis, keberadaan Pesantren menjadisangat penting
dalam upaya pembangunan masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan
masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan dan layanan lainnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019
tentang Pesantren (UU Pesantren), Pondok Pesantren atau Pesantren adalah lembaga
yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi
masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia, serta memegang teguh ajaran Islam
rahmatan lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan,
moderat, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah
Islam, keteladanan, darr pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Penyelenggaraan Pesantren memiliki tujuan utamanya yaitu untuk:
1. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang dan memahami dan
mengamallkan nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ilmu agama yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong menolong, seimbang, dan
moderat;
2. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanahair
serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kehidupan kerukunan
beragam;
3. meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi
kebutuhan pendidikan kewarganegaraan dan kesejahteraan sosial masyarakat
Secara umum keberadaan Pesantren memiliki 3 fungsi yaitu pendidikan,
dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan fungsi pendidikan yang
dilakukan Pesantren merupakan bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional,
yang didasarkan pada kekhasan, tradisi, dan kurikulum pendidikan masing-masing
Pesantren. Fungsi dakwah dilaksanakan untuk mewujudkan Islam rahmatan lil’alamin.
Sedangkan fungsi pemberdayaan masyarakat diorientasikan pada kesejahteraan
Pesantren dan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat, Pesantren
melaksanakan aktivitas dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mandiri dan
memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan. Fungsi
Pemberdayaan masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk:
1. pelatihan dan praktik kerja lapangan;
2. penguatan potensi dan kapasitas ekonomi Pesantren dan masyarakat;
3. pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan lembaga usaha mikro, kecil, dan
menengah;
4. pendampingan dan pemberian bantuan pemasaran terhadap produk masyarakat;
5. pemberian pinjaman dan bantuan keuangan; pembimbingan manajemen
keuangan, optimalisasi, dan kendali mutu;
6. pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan;
7. pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri; dan/atau
8. pengembangan program lainnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU Pesantren disebutkan bahwa dalam
melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat tersebut Pemerintah Daerah
memberikan dukungan dan fasilitasi ke Pesantren. Dukungan tersebut paling sedikit
berupa: bantuan keuangan, bantuan sarana dan prasarana, bantuan teknologi;
dan/atau pelatihan keterampilan. Pemberian dukungan dan fasilitasi diberikan sesuai
dengan kemampuan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Di samping dukungan dan fasilitasi di atas, dari sisi pendanaan berdasarkan
ketentuan Pasal 48 ayat (3) dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah membantu
pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundangundangan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren dinyatakan bahwa
Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui APBD
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Mengingat peran pentingnya Pondok Pesantren dalam peningkatan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia masyarakat terutama di Kota Salatiga. Pemerintah
Daerah perlu mendorong keberadaan Pesantren yang ada untuk bisa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kekhasannya agar bisa berkontribusi dalam mewujudkan
Islam yang rahmatan lil‘alamin, melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta
tanah air dan berkemajuan di Daerah.
Hal ini tersebut sesuai dengan visi pembangunan Daerah Kabupaten tahun
2017-2022 adalah “Salatiga HATI BERIMAN yang SMART”. Tentunya keberadaan
Pesantren setidaknya berkaitan erat dengan unsur visi Hati Beriman yang mempunyai
makna Terciptanya suasana dan kondisi kehidupan kota/ masyarakat Salatiga yang
Sehat, Tertib, Bersih, Indah dan Aman, di mana penduduk/warga kotanya adalah
insan yang percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut
Agama dan Kepercayaannya masing-masing untuk mewujudkan cita-cita bangsa
yaitu, masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil spiritual. Dan berkaitan
dengan unsur visi Sejahtera yaitu Mempunyai arti masyarakat yang sehat, terdidik
dan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, yang dicapai melalui peningkatan
pemenuhan kebutuhan layanan dasar, fasilitas umum, pelayanan publik dan
pembangunan berwawasan lingkungan.
Selain itu, keberadaan Pesantren setidaknya berkaitan erat dengan misi RPJMD
Kota Salatiga Tahun 2017-2022 kesatu yaitu Meningkatkan kualitas pelayanan
pendidikan, mewujudkan SDM yang handal dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.
Disadari bahwa keberadaan Pesantren memiliki kontribusi yang sangat besar
dalam pembangunan daerah Kota Salatiga melalui kegiatan pendidikan, dakwah, dan
pemberdayaan masyarakat, sehingga diperlukan kebijakan daerah untuk menjamin
keberlangsungan, pengakuan, dan pengembangan Pesantren dalam pembangunan
berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kemandirian Pesantren. Berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 32, Pasal 42,
Pasal 46, dan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Pesantren maupun Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang
Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, Pemerintah Daerah punya tanggung-jawab
dalam penyelenggaraan Pesantren agar keberadaannya mampu melaksanakan fungsi
baik di bidang pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dari pemberdayaan
masyarakat.