PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin perempuan dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh program serta kebijakan pemerintah, sesuai dengan Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Kesetaraan gender dalam kebijakan pembangunan menjadi indikator yang yang cukup signifikan, karena kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan dan memerintah secara efektif. Semakin tinggi apresiasi gender dalam proses perencanaan pembangunan, maka semakin besar upaya suatu negara untuk menekan angka kemiskinan, dan sebaliknya rendahnya apresiasi dimensi gender dalam pembangunan akan meningkatkan angka kemiskinan.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah deklarasi internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kesepakatan global dalam merespon kesenjangan gender antara lain: CEDAW (Convention on the Elimination of Discrimination against Women), yakni kesepakatan hak asasi internasional yang secara khusus dirancang untuk melindungi hak-hak perempuan dan pemajuan kesetaraan dan keadilan gender (laki-laki dan perempuan); Beijing Platform of Action, yakni teridentifikasinya 12 bidang yang harus menjadi perhatian dalam pemajuan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (antara lain kemiskinan, ekonomi, pengambilan keputusan, lingkungan hidup) dan Sustainable Development Goals (SDGs)/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
SDGs/ TPB merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan dimana salah satunya adalah mewujudkan kesetaraan gender yaitu tercantum pada tujuan ke-5. Target dari pelaksanaan tujuan ini adalah:
1.Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dan perempuan di mana pun;
2.Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap seluruh wanita dan perempuan pada ruang publik maupun pribadi, termasuk perdagangan manusia, seks dan jenis eksploitasi lainnya;
3.Menghilangkan segala bentuk praktik berbahaya, seperti pernikahan anak-anak, usia dini dan terpaksa, serta sunat perempuan;
4.Mengakui dan memberi nilai pada pelayanan tak berbayar dan pekerja rumah tangga dengan penyediaan kebijakan-kebijakan layanan umum, infrastruktur dan jaminan sosial, serta promosi pembagian tanggung jawab dalam rumah tangga dan keluarga sesuai dengan kondisi nasional;
5.Memastikan partisipasi penuh dan efektif serta peluang yang sama untuk kepemimpinan pada seluruh tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat;
6.Menjamin akses semesta kepada kesehatan seksual dan reproduksi serta hak-hak reproduksi sebagaimana yang disetujui, sesuai Programme of Action of the International Conference on Population and Development serta Beijing Platform for Action berikut dokumen hasil konferensi kajiannya.

Sebagai salah satu komitmen, maka keadilan gender harus mewarnai setiap kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan daerah. Keadilan gender merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Untuk mengukur dan mengevaluasi hasil pembangunan perspektif gender digunakan beberapa indikator, diantaranya adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Angka IPG menggambarkan kesenjangan atau gap pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. IPG merupakan rasio antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan dan laki-laki. Pembangunan manusia diukur melalui beberapa indikator yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah, dan pendapatan. Sedangkan IDG mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik dan pemberdayaan gender dalam bidang ekonomi.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam kurun waktu dua tahun sekali melakukan evaluasi PUG di daerah melalui penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE). Evaluasi tersebut berkaitan dengan 7 (tujuh) prasyarat PUG dan implementasi PUG dalam proses pembangunan daerah. Ketujuh indikator prasyarat PUG tersebut antara lain:
1.Komitmen, berisi tentang Kebijakan Kabupaten/Kota tentang pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Rencana Pencapaian PUG di daerah;
2.Kebijakan, berisi tentang dokumen perencanaan yang tersedia dalam mendukung PUG serta dokumen anggaran PD dalam mendukung PUG;
3.Kelembagaan, berisi tentang nama nama kelembagaan yang telah terbentuk dalam rangka mendukung pelaksanaan PUG di daerah;
4.Sumber Daya Manusia, berisi tentang jumlah SDM yang berkontribusi dalam mendukung pelaksanaan PUG di daerah;
5.Data, Sistem Informasi dan Bahan Informasi, berisi tentang jumlah perangkat daerah yang berkontribusi terhadap penyusunan data dan profil gender;
6.Metode dan Tools, berisi tentang metode serta perangkat yang digunakan dalam menyusun analisis gender sebagai dasar dalam penetapan kebijakan yang responsif gender di daerah; dan
7.Peran serta masyarakat, berisi tentang nama organisasi baik LSM, Perguruan Tinggi, dan lembaga kemasyarakatan yang aktif dalam mendukung pelaksanaan PUG di daerah.
Salah satu prasyarat yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan PUG adalah ketersediaan dokumen hukum dalam bentuk Peraturan Daerah berupa Perda Pengarusutamaan Gender (PUG). Peraturan Daerah Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan landasan yang mengikat bagi pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan kewajiban mengarusutamakan perspektif gender dalam pembangunan. Kebijakan dan komitmen pemerintah daerah dalam pengarusutamaan gender mencakup berbagai bidang pembangunan, perlu sebuah aturan yang akan menjadi pedoman dan diterjemahkan serta diserasikan secara operasional ke dalam berbagai kebijakan/program kegiatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, maupun kelembagaan pembangunan daerah.